Senin, 31 Maret 2014

Pelanggaran Etika Dalam Pemasaran dan Produksi

Nama: Rizki Agung P.
Dosen Pembimbing : Nanang Suryadi

Pelanggaran Etika Pemasaran 

Kasus 1
Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama

Analisis:
dalam hal ini kedua pihak operator telah melanggar etika dalam pemasaran. Diamana  keduanya telah menampilkan iklan yang saling menjatuhkan dan mengejek produk kompititor. Padahal dalam iklan pemasaran tidak diperkenankan untuk hal tersebut. Bahkan aturan tersebut juga telah tercantum dalam undang- undang periklanan.

Kasus 2

Belajar Dari Kasus Iklan Klinik Tong Fang

August 9, 2012 at 10:24am
Pada rapatnya di bulan November 2011, Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus iklan Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan:  Bab III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.

Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.

Untuk memastikan adanya pelanggaran tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.

Masalah Cang Jiang Clinic ini belum tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar (dan ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang jauh lebih sering).  Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada bulan Juli 2012.

Sepanjang bulan Juli 2012, iklan Tong Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan masyarakat umum; baik melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan Blackberry Messenger. Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang paling sering disebut (‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area Indonesia, tapi di seluruh dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).

Dari sudut ilmu komunikasi, bisa saja orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah mendapatkan tingkat ‘awareness’ yang sangat tinggi. Hal tersebut memang tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun masyarakat tersebar di berbagai jenis media terkait dengan iklan klinik tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari beberapa kicauan tersebut (dikutip dari beberapa posting di twitter).

> Dulu muka saya ada jerawat satu, seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang, namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang, terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah ke Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak SINGKONG. Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG. TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu telat ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT 3 bulan, Trims Tong Fang
> Sudah 3thn sy menderita SAKIT kepala sebelah. Setelah sy berobat ke klinik Tong Fang, kini kepala saya TINGGAL sebelah.TerimaKasih TongFang
> Dulu saya bau KAKI, setelah 3X ke Klinik Tong Fang, sekarang klinik mereka BAU kaki saya. Mohon Maaf Tong Fang
MATA sya slalu MERAH krn sring naek mtor, smnjak ke klinik TongFang MOTOR sya HILANG jd mata sya sdh tdk merah lgi.Thx TongFang
> Dlu saya tdk tau tong fang,stelah bnyk BM tong fang, BB saya semakin menjadi sampah

Di twitter juga muncul banyak akun baru yang sekedar bertujuan untuk mengakomodasi lelucon tentang “Tong Fang”. Misalnya: akun @KlinikTongfang dengan 15.218 pengikut dan @KliinikTongFang dengan 61,091 pengikut (data pengikut/’follower’ terhitung tanggal 9 Agustus 2012) serta banyak akun lainnya. Padahal akun-akun itu usianya belum lebih dari 2 bulan.

Apakah kicauan masyarakat tersebut sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.

Tidak perlu menjadi seorang pakar komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan oleh berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin disampaikan oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI ADALAH SATU LELUCON BESAR!!

Suatu iklan (dari produk apapun juga), pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan, tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’ yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.

Dalam konteks ini, tingkat ‘awareness’ yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan dampak yang sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup mengherankan bahwa pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi, bahkan terkesan ‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012 08:06:00: “Diolok-olok di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa pemilik akun twitter bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka sangat memahami bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong Fang. Dan lebih parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan merembet kepada seluruh klinik tradisional Cina (TCM).

Tekanan terhadap kasus di atas tidak saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun tangan.. Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel “Dinas Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8 Agustus 2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.  

Bila saat ini masyarakat (dan pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang, siapakah yang akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak pada klinik Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak diatasi dengan segera, akan membuat industri klinik  tradisional Cina tidak dapat berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media massa akan merasakan dampaknya pula.

Sangat disayangkan bahwa media-massa (khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’ pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.

Secara tidak langsung, keprihatinan masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk seluruh kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus ini menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong” oleh masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya kasus ini.
Kitab Etika Pariwara Indonesia (dapat bebas diunduh di www.p3i-pusat.com/epi) dengan tegas telah mencantumkan 3 asas penting dalam membuat karya iklan; yaitu:

Iklan dan pelaku periklanan harus :
  1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
  2. Bersaing secara sehat.
  3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta  tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Tujuan dari penetapan asas tersebut adalah untuk melindungan industri periklanan agar tetap dapat dipercaya oleh konsumen/masyarakat. Iklan bukanlah ‘barang haram’. Iklan dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat bila ia disampaikan dengan isi dan cara yang etis.

Banyak pihak menyatakan bahwa tidaklah mudah membangun citra yang positif dari suatu produk/merek. Butuh tahunan, bahkan puluhan tahun untuk membangun suatu merek agar dapat diterima dengan positif oleh konsumen. Dan sekali citra tersebut terkoyak, akan jauh lebih sukar lagi untuk mengangkatnya kembali. Bahkan, cukup satu kasus sederhana untuk ‘mematikan’ satu merek.

Seluruh komponen yang terkait dengan materi promosi/periklanan sepantasnya mendukung sepenuhnya penegakkan etika periklanan di Indonesia demi menjaga agar industri ini tetap dipercaya oleh masyarakat. Tanggung-jawab penegakkan etika ini bukanlah sekedar berada di tangan produsen/pengiklan dan biro-iklan/promosi mereka saja. Rumah produksi iklan dan media-massa juga berkewajiban mendukungnya. Rumah produksi dan media-massa harus ikut bertanggung-jawab bila mereka membuat dan menayangkan suatu produk iklan/promosi yang tidak etis.

Kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan dari seluruh khalayak pemerhati komunikasi pemasaran.  Masyarakat kita yang sangat majemuk sudah semakin pandai menilai etis atau tidaknya suatu pesan pemasaran. Sudah bukan jamannya lagi mempromosikan segala sesuatu sebagai “kecap nomor 1”. Herannya, sampai dengan saat ini, masih ada iklan Tay Shan TCM!!

Analisis:
dalam hal ini klinik TCM sudah jelas- jelas menyalahi Etika bahkan Undang- Undang. sebenarnya dalam undang- undang telah dijelaskan bahwa penyedia jasa kesehatan tidak diperkenankan untuk melakukan iklan termasuk Rumah Sakit, klinik, puskesmas dan penyedia jasa kesehatan lainnya. Bahkan dalam Iklan tersebut terdapat kesaksian konsumen yang dirasa kurang realistis dan cenderung melecehkan pengobatan konvensional. Semua aturan itu telah dilanggar oleh TCM tersebut. sehingga secara teknis klinik TCM tersebut sudah dengan jelas melanggar etika pemasaran.

KASUS PRODUKSI

Kasus 1
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia.

Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

Analisis:
Dalam hal ini produk HIT telah di uji lab oleh BPOM dan hasilnya positif produk ini menggunakan bahan kimia berbahaya yang dapat membuat nyawa konsumen melayang. Produk ini menggunakan bahan kimia yang sangat keras dan mematikan dalam produk pestisidanya.

Kasus 2
BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO --- Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.
Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai.
''Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat kami batasi,'' kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5).
Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. ''Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,'' jelasnya.
Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat kuku hanya 0,02 persen. ''Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh digunakan,'' jelasnya.
Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi.
''Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-hitaman,'' ujarnya menjelaskan.
Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut, mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras.
''Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan pengujian, apakah obat-obatan tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau tidak,'' katanya.
Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik, petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim.
Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen.
Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.
Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. "Dari hasil catatan transaksi yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali, Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,'' jelasnya.
Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM. ''Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan ada tersangkalain dalam kasus ini,'' jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar.
 
Analisis:
dalam kasus ini rumah produksi yang membuat kosmetik tersebut sudah jelas melanggar etika dan Undang- undang yang berlaku. Rumah produksi tersebut tidak memiliki ijin untuk beroperasi. Ditambah lagi produk yang mereka buat dalam hal ini kosmetik, menggunakan bahan baku yang sangat berbahaya bagi para konsumen. Banyak aturan yang telah dilanggar oleh rumah produksi ini seperti UU perlindungan konsumen dan UU penggunaan bahan kimia berbahaya.


Sumber:
1. http://kyacizz.blogspot.com/2013/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
2. http://sprintal-sprintul-ita.blogspot.com/2012/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
3. https://www.facebook.com/notes/ridwan-handoyo/belajar-dari-kasus-iklan-klinik-tong-fang/10151128601655546

Senin, 24 Maret 2014

Analisis Studi Kasus Etika Bisnis Perusahaan Terhadap Stakeholder



ANTARA PERUSAHAAN DENGAN KONSUMEN

IKLAN NISSAN MARCH MASUK PENGADILAN

Konsumen merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara ‘menggoda’ orang untuk membeli produk.
Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.

Analisis:
dalam kasus ini, pihak Nissan jelas- jelas telah menyalahi etika bisnis dengan melakukan penipuan iklan terhadap konsumen.  Karena pihak Nissan telah memberikan iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan konsumen yang telah membeli produk tersebut merasa dirugikan.


ETIKA PERUSAHAAN KEPADA PEKERJA

BenQ, KASUS PAILIT DALAM EKONOMI GLOBAL

Merjer bisnis telepon genggam perusahaan BenQ dan Siemens menjadi BenQ-Mobile awalnya bagai angin harapan, terutama bagi para pekerja pabrik di Jerman. Namun karena penjualan tidak menunjang dan banyak produk yang dipulangkan oleh pembelinya karena bermasalah, akibatnya dua pabrik BenQ, di Meksiko dan Taiwan, terpaksa ditutup. Karena itu BenQ melakukan restrukturisasi dan mem-PHK sejumlah pekerja.Hal ini sangat merugikan pihak buruh dan karyawan. Para pekerja merasa hanya dijadikan bahan mainan perusahaan yang tidak serius.


Analisis:
Dalam kasus ini menurut saya pihak BenQ tidak benar- benar melakukan pelanggaran etika terhadap para perkerja. Pasalnya hal tersebut dilakukan oleh pihak BenQ akibat perusahaan tidak mampu lagi bersaing dalam pasar. Bukan karena hal yang disengaja sehingga merugikan para pekerja. Pihak BenQ sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat perusahaan itu bangkit namun usaha tersebut tetap tidak berhasil.

ETIKA PERUSAHAAN KEPADA PEMERINTAH 

BISNIS INDOMIE DI TAIWAN

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

Analisis:
PT. Indofood dalam kasus ini telah salah dan jelas- jelas melanggar etika terhadap pemerintah Taiwan. Karena jelas- jelas pihak PT. Indofood telah lalai dalam pendistribusian produk yang seharusnya merupakan standart Indonesia tapi tetap di Eksport ke Taiwan. Padahal setiap negara memiliki standart produk yang berbeda.


PERUSAHAAN DENGAN MASYARAKAT

TIGA PERUSAHAAN DIDUGA BUANG LIMBAH KE KALI SURABAYA
SURABAYA, MINGGU - Inspeksi mendadak patroli air di kawasan industri sepanjang Kali Surabaya dan Kali Tengah Jumat (9/1) lalu sempat dihalang-halangi pihak keamanan setempat. Namun demikian, tim patroli air berhasil melakukan pemberkasan di tiga industri yang terindikasi melakukan pembuangan limbah.
Dalam patroli air keempat yang berlangsung pukul 14.00 hingga pukul 23.30 ini, tim menemukan tiga industri yang diduga menyalurkan limbah industri berbahaya ke Kali Surabaya dan Kali Tengah. Tiga perusahaan tersebut adalah, industri kertas PT Surya Agung Kertas, industri baja PT Sepindo, dan industri kerupuk PT Titian Alam Semesta.
Saat di lapangan, tim menemukan indikasi pembuangan limbah berbahaya di saluran pembuangan yang mengalirkan air berwarna putih. “Air yang mengalir di saluran pembuangan limbah PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo berwarna putih pekat. Cairan tersebut menyebabkan gatal-gatal di tangan,” kata anggota tim patroli sekaligus Koordinator Konsorso ium Lingkungan Hidup Imam Rohani, Minggu (11/1) di Surabaya.
Melihat fenomena tersebut, tim kemudian masuk ke dalam pabrik untuk mengambil sampel limbah di instalasi pengolahan limbah (ipal) dan melakukan pemberkasan di tempat. Namun, satuan pengamanan (satpam) di PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo menghalang-halangi petugas.
“Tanggapan dari petugas keamanan kurang bersahabat, padahal kami sudah menunjukkan surat tugas resmi yang ditanda tangani pihak Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya . Mereka meminta tim untuk menunggu izin resmi dari pihak perusahaan,” tuturnya.
Namun demikian, tim patroli tetap bersikeras untuk mengambil sampel limbah secara langsung. Setelah terjadi perdebatan, tim akhirnya dapat mengambil sampel limbah dan melakukan pemberkasan.
Sementara itu, pengambilan sampel dan pemberkasan di PT Titian Alam Semesta berlangsung lancar. Saat tim datang, industri tersebut ditemui sedang menguras ipal mereka. Karena saluran limbah ke kolam penampungan ditutup, maka sebagian cairan limbah meluap dan mengalir ke Kali Tengah.
Wakil Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air IV Perum Jasa Tirta I Achmad Syam menambahkan, dalam patroli air petugas memakai dua moda transportasi yaitu perahu dan mobil. Mobil berpatroli di kawasan industri Kali Tengah, sedangkan perahu menyusur kawasan industri Kali Surabaya.

Analisis: :
kasus diatas adalah tindakan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan, membuang limbah pabrik yang dibuang ke kali jika dilihat dari etika bisnis merupakan hal yang salah dan merugikan banyak pihak.
Secara langsung pihak masyarakat sekitar di Kali Surabaya dan Kali Tengah merasa terganggu dan dirugikan dengan pengelolaan limbah yang dilakukan manajemen pabrik. Limbah berbahaya ini mengalirkan air berwarna putih, cairannya dapat menyebabkan gatal-  gatal di tangan.